Powered By Blogger

Marjinal

kawan-kawan yang termarjinalkan bangkitlah

tunjukan pada mereka.....

apa arti kehidupan bermasyrakat, kehidupan sosial....

Atmawijaya

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Anak kedua dari empat bersaudara, yang besar tumbuh, berkembang dengan penuh hayalan

Jumat, 13 Juni 2008

Oleh-oleh Semen


Beberapa saat lalu saya berkunjung ke perusahaan semen dan saya membawa oleh-oleh buat para pembaca sekalian, disimak ya

Pada dasarnya pembuatan semen ada 2 metode, yaitu proses basah dan proses kering. Dalam pemilihannya tergantung lokasi, bahan baku yang tersedia, dan proses yang melibatkan peleburan atau pembakaran bahan baku di tanur untuk menghasilkan klinker.

Pada proses pembuatan semen masing-masing bahan baku harus ditetapkan komposisnya, yaitu batugamping ± 80%, Gypsum ± 2%, tanah liat ±15%, pasir kuarsa ±2%, pasir besi ±1%.

Pada proses kering batugamping dan tanah liat ditambah secara bersama-sama. Dengan prosentase air kurang dari 25%, maka keuntungan bulk menjadi lebih besar setelah penambahan air dan menjadi bubur semen. Adapun pembuatan semen dengan proses kering adalah sebagai berikut :

1. Tiga jenis batuan, yaitu batugamping bersilika tinggi dan bersilika rendah serta tanah liat, diekstraksi lewat umpan berat dimasukkan ke penggilingan batuan atau ball mills untuk mendapat serbuk halus.

2. Hasil yang berupa serbuk halus akan melewati suatu jaringan kerja pencampuran dan setelah itu disimpan sebelum dilakukan pra pembakaran dan system tanur.

3. Pra pembakaran berguna untuk menghilangkan adanya suatu pengotor dari umpan dengan menaikkan temperature dari serbuk itu.

4. Pra pembakaran serbuk bahan di tanur dengan temperature ± 1400°C dan akan terbentuk semen klinker.

5. Untuk mengubah hasil tersebut menjadi semen Portland ditambahkan gypsum.

6. Semen klinker yang sudah terbentuk kemudian di bawa ke ball mills.

7. Setelah proses di atas selesai kemudian semen dibawa ke tempat penyimpanan untuk dikemas.

Dalam pembuatan semen dengan proses kering tentunya ada keuntungan dan kerugiannya. Adapaun keuntungan pembuatan semen dengan proses kering antara lain :

1. Penggunaan panas lebih rendah

2. Kiln yang digunakan lebih pendek dan diameternya lebih kecil.

3. Gas panas dari kiln dapat dimanfaatkan sebagai umpan sehingga effesiensi panas lebih tinggi.

4. Kebutuhan air lebih sedikit.

Selain mempunyai keuntungan, proses kering dalam pembuatan semen juga ada beberapa kerugiannya, antara lain :

1. Umpan kiln (tepung baku) kurang homogen.

2. Debu yang ditimbulkan lebih banyak.

Untuk proses pembuatan semen Portland adalah sebagai berikut :

1. Pengeringan pada suhu 100° – 200° C

2. Pengeringan pada suhu 400° – 900°C, mineral lempung akan kehilangan OH.

3. Pengeringan pada suhu 880°C + Kalsium Karbonat yang kemudian teruraikan menjadi CO2.

4. Pada suu 900° – 1400° C, akan terbentuk fase-fase CA, CF, CS, CsA, C2S, C3A, C4AF.

5. Pensinteran dan pemadatan, dimana reaksi cairan itu berlangsung pada suhu 1350°C.

6. Pada suhu diatas 1400°C, terjadi peleburan disertai C2S, C3S.

7. Fase pendinginan membentuk klinker dimana alite di dalamnya (yang dominant C3S).

Selain dilakukan dengan proses kering, pembuatan semen juga dapat dilakukan dengan proses basah. Untuk proses basah operasinya cukup sederhana, yaitu umpan yang berupa sejenis bubur (slurry) dimasukkan ke kiln kemudian dicampur bersama air dan menuju proses pembakaran. Untuk proses selanjutnya , yaitu proses pembakaran meliputi, mulai dari air yang menguap atau penguapan air, pengeringan bahan baku, pemanasan pendahuluan, kalsinasi sampai pembentukan klinker ini terjadi secara berurutan menurut panjangnya kiln.

Dalam pembuatan semen dengan proses basah juga ada keuntungan dan kerugiannya. Keuntungannya antara lain :

1. Umpan kiln dapat dipertahankan lebih seragam.

2. Debu yang ditimbulkan lebih sedikit.

3. Operasinya cukup sederhana.

4. Efesiensi penggilingan tinggi.

5. Sessuai bahan mentah yang banyak mengandung air.

6. Lebih sesuai untuk bahan mentah yang banyak mengandung bahan yang mudah menguap.

Adapun kerugian dari proses basah antara lain :

1. Pemakaian bahan baker lebih banyak karena sebagian panas digunakan untuk menguapkan air.

2. Kebutuhan air lebih banyak.

3. Umpan kiln yang digunakan lebih besar sehingga dibutuhkan investasi awal yang lebih besar.

Ditinjau dari segi ekonomi, proses basah sudah tidak sesuai lagi dan sekarang mulai ditinggalkan, karena pemakaian energinya jauh lebih besar dibandingkan proses kering.

Beberapa saat lalu saya berkunjung ke perusahaan semen dan saya membawa oleh-oleh buat para pembaca sekalian, disimak ya

Pada dasarnya pembuatan semen ada 2 metode, yaitu proses basah dan proses kering. Dalam pemilihannya tergantung lokasi, bahan baku yang tersedia, dan proses yang melibatkan peleburan atau pembakaran bahan baku di tanur untuk menghasilkan klinker.

Pada proses pembuatan semen masing-masing bahan baku harus ditetapkan komposisnya, yaitu batugamping ± 80%, Gypsum ± 2%, tanah liat ±15%, pasir kuarsa ±2%, pasir besi ±1%.

Pada proses kering batugamping dan tanah liat ditambah secara bersama-sama. Dengan prosentase air kurang dari 25%, maka keuntungan bulk menjadi lebih besar setelah penambahan air dan menjadi bubur semen. Adapun pembuatan semen dengan proses kering adalah sebagai berikut :

1. Tiga jenis batuan, yaitu batugamping bersilika tinggi dan bersilika rendah serta tanah liat, diekstraksi lewat umpan berat dimasukkan ke penggilingan batuan atau ball mills untuk mendapat serbuk halus.

2. Hasil yang berupa serbuk halus akan melewati suatu jaringan kerja pencampuran dan setelah itu disimpan sebelum dilakukan pra pembakaran dan system tanur.

3. Pra pembakaran berguna untuk menghilangkan adanya suatu pengotor dari umpan dengan menaikkan temperature dari serbuk itu.

4. Pra pembakaran serbuk bahan di tanur dengan temperature ± 1400°C dan akan terbentuk semen klinker.

5. Untuk mengubah hasil tersebut menjadi semen Portland ditambahkan gypsum.

6. Semen klinker yang sudah terbentuk kemudian di bawa ke ball mills.

7. Setelah proses di atas selesai kemudian semen dibawa ke tempat penyimpanan untuk dikemas.

Dalam pembuatan semen dengan proses kering tentunya ada keuntungan dan kerugiannya. Adapaun keuntungan pembuatan semen dengan proses kering antara lain :

1. Penggunaan panas lebih rendah

2. Kiln yang digunakan lebih pendek dan diameternya lebih kecil.

3. Gas panas dari kiln dapat dimanfaatkan sebagai umpan sehingga effesiensi panas lebih tinggi.

4. Kebutuhan air lebih sedikit.

Selain mempunyai keuntungan, proses kering dalam pembuatan semen juga ada beberapa kerugiannya, antara lain :

1. Umpan kiln (tepung baku) kurang homogen.

2. Debu yang ditimbulkan lebih banyak.

Untuk proses pembuatan semen Portland adalah sebagai berikut :

1. Pengeringan pada suhu 100° – 200° C

2. Pengeringan pada suhu 400° – 900°C, mineral lempung akan kehilangan OH.

3. Pengeringan pada suhu 880°C + Kalsium Karbonat yang kemudian teruraikan menjadi CO2.

4. Pada suu 900° – 1400° C, akan terbentuk fase-fase CA, CF, CS, CsA, C2S, C3A, C4AF.

5. Pensinteran dan pemadatan, dimana reaksi cairan itu berlangsung pada suhu 1350°C.

6. Pada suhu diatas 1400°C, terjadi peleburan disertai C2S, C3S.

7. Fase pendinginan membentuk klinker dimana alite di dalamnya (yang dominant C3S).

Selain dilakukan dengan proses kering, pembuatan semen juga dapat dilakukan dengan proses basah. Untuk proses basah operasinya cukup sederhana, yaitu umpan yang berupa sejenis bubur (slurry) dimasukkan ke kiln kemudian dicampur bersama air dan menuju proses pembakaran. Untuk proses selanjutnya , yaitu proses pembakaran meliputi, mulai dari air yang menguap atau penguapan air, pengeringan bahan baku, pemanasan pendahuluan, kalsinasi sampai pembentukan klinker ini terjadi secara berurutan menurut panjangnya kiln.

Dalam pembuatan semen dengan proses basah juga ada keuntungan dan kerugiannya. Keuntungannya antara lain :

1. Umpan kiln dapat dipertahankan lebih seragam.

2. Debu yang ditimbulkan lebih sedikit.

3. Operasinya cukup sederhana.

4. Efesiensi penggilingan tinggi.

5. Sessuai bahan mentah yang banyak mengandung air.

6. Lebih sesuai untuk bahan mentah yang banyak mengandung bahan yang mudah menguap.

Adapun kerugian dari proses basah antara lain :

1. Pemakaian bahan baker lebih banyak karena sebagian panas digunakan untuk menguapkan air.

2. Kebutuhan air lebih banyak.

3. Umpan kiln yang digunakan lebih besar sehingga dibutuhkan investasi awal yang lebih besar.

Ditinjau dari segi ekonomi, proses basah sudah tidak sesuai lagi dan sekarang mulai ditinggalkan, karena pemakaian energinya jauh lebih besar dibandingkan proses kering.

Istilah di Geologi / Tambang

1. Endapan alluvial/endapan placer

Tanah, pasir, kerikil, atau batuan atau material mineral yang berpindah dan terbawa arus air.

2. Bank/bench face

Khususnya, biasanya lereng yang curam menyusun beberapa tanah atau material batuan yang muncul ke atas level penggalian d imana tanah atau batuan yang digali dari keadaan alami atau posisi ledak pada tambang terbuka atau quarry

3. Bank height/bench height/digging height

Ketinggian dari tumpukan sebagai ukuran antara dua tempat tertinggi atau puncak atau tumpuan pada level penggalian atau jenjang

4. Bank slope/bench slope

Pengukuran dalam derajat deviasi terhadap horizontal dimana tanah atau batuan akan berdir pada saat pengggalian, teras seperti potongan pada suatu open pit atau quarry

5. Bench

Suatu birai pada open pit atau quarry yang membentuk tingkat operasi tunggal dimana mineral atau material pengotor yang digali dari bank atau bench face.

6. Burden

a. Jarak antar bahan peledak dan api menghadapi dari material untuk meledakkan

b. Material bukan bijih dan harus dipindahkan.permukaan tanah yang dibuang sering disebut atau lapisan penutup.

7. Glory hole

Awal memotong buatan lantai dari open pit atau penggalian untuk kepentingan mengembangkan suatu jenjang pada suatu tingkatan di bawah lantai

8. Haul road

Suatu jalan untuk memuat truk. Kemiringan jalannya kurang dari 17%

9. High wall

Permukaan yang tidak digali dari permukaan tanah yang dibuang dan batubara atau bijih

10. Hydraulic monitor/ giant/ monitor

Suatu alat yang menggunakan tekanan air yang tinggi. Menggunakan alat swivel-mounted, counter-weighted terkait dengan suatu tumpuan kaki tiga atau jenis lain

11. Hydraulicking

Penggalian tanah endapan atau deposit tambang lain atas pertolongan tekanan tinggi air pancaran

12. Open pit mine/open cast mine/ open cut mine/ strip mine

Suatu tambang atau penggalian yang dilakukan dipermukaan

13. Pit limit

Luas cabang samping dan yang vertikal untuk mana pekerjaan tambang suatu deposit tambang oleh membuka pitting mungkin secara ekonomis dilaksanakan. ongkos pemindahan permukaan tanah yang dibuang atau nilai bisa menambang dari bijih yang diarahkan pada umumnya faktor mengendalikan batas suatu pit

14. Pit slope

Dinding dari suatu open pit atau memotong posisi di/terukur sepanjang suatu garis khayal memperluas sepanjang jenjang tanggul atau dari jenjangl tumpuan

15. Endapan placer

Deposit detrital material yang berisi material berharga

16. Slope

Permukaan suatu bukit, atau manapun bagian dari permukaan bumi yang memiliki kemiringan

17. Stabilitas lereng

Resisten tentang segala permukaan , seperti dinding dari open pit,

18. Sluicing

Suatu separasi mineral pada air yang mengalir

19. Spoil;waste

Permukaan tanah yang dibuang atau bukan mineral bijih

20. Bench

Teras penggalian atau jenjang pada tambang terbuka atau tambang lainnya ataupun pada pekerjaan pemindahan tanah.

21. Berm

Semacam tanggul atau dinding teras yang terbentuk secara alami. Lereng yang sengaja dibuat untuk penahan longsor pada tambang terbuka atau penggalian lainnya.

22. Pit Slope

Lereng atau kemiringan bukaan tambang yamg dinyatakan dengan besarnya sudut dinding bukaan tambang yang diukur dari garis tegak dengan garis hayal yang merupakan garis yang menghubungkan titik titik teras tambang.

23. Face Angle

Sudut pada daerah kerja yang dibentuk dengan bidang horizontal yang biasanya kurang dari 900 dan tidak boleh melebihi.

24. Face height

ketinggian vertikal dari daerah kerja, atau jarak dari lantai jenjang yang satu ke lantai jenjang yang berikutnya.

25. Sub-Drill

Lobang pemboran tambahan yang sesuai, dianjurkan pada jenjang tingkat lantai berikutnya, untuk memastikan penggalian lebih mudah dan tidak ada pecahan yang tertinggal pada kaki lereng.

26. Rill angle

Sudut yang aman pada fragmentasi material, biasanya 380 kearah bidang horizontal pada batuan yang telah pecah, tetapi lebih banyak digunakan untuk material berpasir atau kondisi basah.

27. Crest or shoulder.

sudut Bagian atas atau sudut dari permukaan.

28. Toe

kaki atau dasar dari teras penggalian

29. Quarry

Tambang terbuka untuk batuan bahan galian industri

30. Stockpile

Tempat penumpukan atau bahan yang ditumpuk untuk diambil, diolah, atau dimanfaatkan kemudian

31. Drop cut

Penggalian awal pada lantai tambang terbuka dengan maksud membentuk teras/lereng permukaan kerja dibawah (lebih rendah) dari lantai tambang.

32. Grade

Menilai suatu ukuran (persen) dari isi mineral atau unsur di (dalam) material bijih yang sedang ditambang. dapat juga dinyatakan gram per ton, kilogram per meter kubik, dan lain lain

33. Gradient

Sering dikenal sebagai nilai kemiringan horisontal.

34. Remnant toe

Bagian dari kaki lereng yang tidak mampu dipecahkan pada saat peledakan primer.

  1. Bijih

merupakan kumpulan mineral yang mengandung satu logam berharga atau lebih, yang dapat diolah dan diambil logamnya secara menguntungkan sesuai dengan kondisi teknologi dan ekonomi pada waktu itu.

(sumber : Kamus Pertambangan Umum, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Mineral)

  1. Batuan merupakan zat padat penyusun kerak bumi, baik yang berupa material padat maupun lepas seperti pasir dan debu, pada umumnya merupakan kumpulan dari beberapa jenis mineral.

(sumber : Batuab dan Mineral, Ir Doddy Setia Graha)

  1. Mineral merupakan suatu zat (fasa) padat yang terdiri dari unsur-unsur kimia atau persenyawaan kimia, dibentuk oleh proses-proses anorganik, mempunyai susunan kimia tertentu dan suatu penempatan atom-atom secara beraturan di dalamnya yang dikenal dengan struktur kristal.

(sumber : Batuab dan Mineral, Ir Doddy Setia Graha)

  1. FORMASI : Kelompok batuan yang memiliki ciri tertentu yang diberi nama khusus sebagai unit untuk keperluan pemetaan, penjelasan atau bahan acuan.

Unit batuan terkecil dalam klasifikasi stratigrafi yang dicirikan oleh adanya persamaan litologi, pada umumnya diberikan nama menurut nama daerah pertama kali unit itu ditemukan.

  1. F. BATUBARA : Unit staratigrafi pengandung bataubara pada daerah pengendapan batubara
  2. STRATIGRAFI : Ilmu yang mempelajari tentang perlapisan batauan atau susunan batuan-batuan. Ilmu ini adalah salah satu cabang dari geologi yang berhubungan dengan definisi dan uraian batuan sediment khususnya, berkaitan dengan singkapan batuan atau batauan dibawah permukaan
  3. STRUKTUR : Istilah yang menerangkan tentang keadaan local atau regional dari susunan perlapisan batuan yang telah dikenal meliputi cirri-ciri antara lain seperti pemebentukan urutan atau susunan perlapaisan batuan tersebut
  4. LITOLOGI : sifat atau ciri dari batauan, terdiri dari struktur, warna, komposisi mineral, ukuran butir dan tata letak bahan-bahan pembentuknya. Litologi merupakan dasar penentuan hubungan atau korelasi lapisan-lapisan pada tambang batubara

Geologi lati

Geomorfologi Regional

Morfologi daerah Lati di dominasi oleh perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian rata-rata 50 – 200 meter. Tingkat erosi cukup tinggi, hal ini dapat terlihat dengan kemiringan lereng yang cukup terjal.


Menurut Situmorang (1986), secara fisiografi cekungan Tarakan berupa depresi berbentuk busur yang terbuka kearah timur ke arah selat Makasar/Laut Selawesi yang meluas ke utara menuju Sabah dan berhenti pada zona subduksi di Tinggian Sampurna dan merupakan cekungan yang paling utara di Kalimatan Timur, sedangkan batas selatannya adalah Punggungan Suikerbrood dan Tinggian Mangkalihat yang memisahkan cekungan Tarakan dengan cekungan Kutai, dibagian barat dibatasi oleh lapisan sedimen Pra-Tersier Tinggian Kuching

Stratigrafi Regional

Stratigrafi Anak Cekungan Berau tersusun oleh empat formasi utama dengan urutan tua ke muda yaitu Formasi Birang (Formasi Globigerina Marl), Formasi Latih (Formasi Batubara Berau), Formasi Labanan (Formasi Domaring) dan Formasi Sinjin.

Formasi Birang (Tomb) tersusun oleh perselingan napal, batugamping dan tufaa hablur di bagian atas dan perselingan napal, rijang, konglomerat, batupasir kwarsa dan batugamping di bagian bawah. Formasi ini menunjukkan umur Oligosen-Miosen dan diendapkan di lingkungan laut dangkal.

Formasi Latih (Tml) terdiri dari perselingan batupasir kwarsa, batulempung, batulanau, dan batubara di bagian atas dan pada bagian bawah bersisipan dengan serpih pasiran dan batugamping. Formasi ini berumur Miosen Tengah dan diendapkan pada lingkungan delta, estuarin dan laut dangkal. Formasi ini menjemari dengan Formasi Birang.

Formasi Labanan (Tmpl) (Formasi Domaring) tersusun dari perselingan konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung dan sisipan batugamping dan batubara, berumur Miosen Akhir dan lingkungan pengendapan fluviatil, secara tidak selaras terletak diatas Formasi Latih.

Formasi Sinjin (Tps) tersusun dari perselingan tufa, aglomerat, tufa lapili, lava andesit piroksen, tufa terkersikan, batulempung tufaaan dan kaolin. Formasi ini diduga berumur Pliosen.


Struktur Geologi Regional

Situmorang dan Burhan (1992) mengemukakan bahwa daerah Berau mempunyai struktur utama sesar normal, sesar geser dan sesar naik dengan arah umum barat laut-tenggara dan barat daya-timur laut.

Periode tektonik pertama yang terjadi mulai pada Kapur Akhir - Eosen Awal, menyebabkan terjadinya perlipatan dan pensesaran serta metamorfosa berderajat rendah pada Formasi Bongara. Tektonik kedua terjadi pada Eosen Awal sehingga terbentuk Formasi Sembakung yang terlipat, tersesarkan serta mengalami metamorfosa berderajat rendah dan diikuti terobosan batuan beku andesit berumur Oligosen Awal. Bersamaan dengan pengendapan Formasi Birang diikuti oleh Formasi Latih pada awal Miosen, pada Miosen Akhir sampai Pliosen terbentuk Formasi Labanan. Pada periode tektonik ketiga terbentuk lipatan dan sesar diikuti terobosan andesit yang mengalami alterasi dan mineralisasi. Pada periode keempat menghasilkan morfologi yang terlihat sekarang setelah pembentukan Formasi Sinjin yang berumur Plio-Plistosen.

Genesa Batubara


Batubara adalah batuan sediment (.padatan ) yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhan, yang pada kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna karena aktivitas bakteri anaerob, berwarna coklat sampai hitam yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia, yang mana mengakibatkan pengayaan kandungan karbon.

.

Proses pembentukan batubara dari tumbuhan melalui dua tahap, yaitu :

  1. Tahap pembentukan gambut (peat) dari tumbuhan yang disebut proses peatification

Gambut adalah batuan sediment organic yang dapat terbakar yang berasal dari tumpukan hancuran atau bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam keadaan tertutup udara ( dibawah air ), tidak padat, kandungan air lebih dari 75 %, dan kandungan mineral lebih kecil dari 50% dalam kondisi kering.

  1. Tahap pembentukan batubara dari gambut yang disebut proses coalification

Lapisan gambut yang terbentuk kemudian ditutupi oleh suatu lapisan sediment, maka lapisan gambut tersebut mengalami tekanan dari lapisan sediment di atasnya. Tekanan yang meningkatakan mengakibatkan peningkatan temperature. Disamping itu temperature juga akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman, disebut gradient geotermik. Kenaikan temperature dan tekanan dapat juga disebabkan oleh aktivitas magma, proses pembentukan gunung api serta aktivitas tektonik lainnya.

Peningkatan tekanan dan temperature pada lapisan gambut akan mengkonversi gambut menjadi batubara dimana terjadi proses pengurangan kandungan air, pelepasan gas gas ( CO2, H2O, CO, CH4 ), penigkatan kepadatan dan kekerasanb serta penigkatan nilai kalor.

Komposisi batubara terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P, dan unsur unsur lain (air, gas, abu)

Secara Horisontal maupun Vertikal endapan batubara bersifat heterogen.Perbedaan secara horisontal disebabkan oleh:

-Perbedaan kondisi lapisan tanah penutup

-Mineral pengotor yang dibawa oleh sedimen rawa.

Perbedaann vertical terajdi karena:

Pengendapan berkali2, endapan yang paling bawah yang paling tua dengan kualitas terbaik.

Teori berdasarkan Tempat terbentuknya

Teori Insitu :

Bahan2 pembentuk lapisan batubara terbentuk ditempat dimana tumbuh2an asal itu berada. Dengan demikian setelah tumb mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification.

Ciri :

-Penyebaran luas dan merata

-Kualitas lebih baik

Cth : Muara Enim

Teori Drift:

Bahan2 pembtk lapisan batubara terjadi ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati mengalami transportasi oleh media air dan terakumulasi disuatu tempat, tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami coalification.

Ciri :

-Penyebaran tdk luas ttp banyak

-kualitas kurang baik (mengandung psr pengotor).

Cth : pengendapan delta di aliran sungai mahakam.

Reaksi Pembentukan BB

5(C6H10O5) à C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O +6CO2 + CO

Cellulosa Lignit gas metan

5(C6H10O5)à C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O +6CO2 + CO

Cellulosa bitumine gas metan

Bentuk Lapisan2 Batubara

Berdasarakan lapisan batubata dibagi menjadi 2:

-Plies (lapisan utuh)

-Split (terdapat 2 lapisan atau lebih)

Pada awal pembentukan gambut sebagian besar perlapisan mendatar (tergantung dr topografi cekungan pengendapannya).

Setelah bekerja gaya geologi akan terdapat bermacam2 bentuk perlapisan Batubara.

1. Horse Back (tjd post depositional)

2. Pinch (tjd post depositional)

3. Burriea Hill ( tjd krn adanya intrusi magma)

4. Fault (patahan)

Patahan bukan hanya tjd krn gempa namun juga bisa krn lap dibawahnya adl psr yg dlm keadaan jenuh bisa berpindah.

5. Lipatan

tulisan emas

suatu hari saya penasaran dengan emas, yang terlintas di benak saya yaitu emas terdapat di alam ini secara batangan, nah ternyata emas itu berasal dari batuan dan pada suatu kesempatan saya bisa melihat sendiri pengolahannya

Proses pengolahan bijih emas yang dilakukan para penambang di daerah kokap kegiatan pada dasarnya hampir sama dengan proses yang dilakukan para penambang emas tradisional di daerah lain yaitu proses amalgamasi dimana proses penggilingan dan proses pembentukan amalgam dilaksanakan bersamaan di dalam suatu amalgamator yang disebut gelundung.

Media penggerak gelundung terbagi menjadi dua yaitu dengan menggunakan air dan tenaga listrik atau solar. Gelundung yang menggunakan media penggerak air diletakkan di badan air atau sungai dengan ukuran tertentu namun hanya menggerakkan satu buah gelundung saja, sedangkan waktu yang diperlukan untuk satu kali proses pengolahan emas sekitar 12 jam. Gelundung yang menggunakan media penggerak listrik atau solar umumnya diletakkan di darat yaitu di sekitar lubang, sekitar sungai dan di rumah penduduk. Dalam satu kali proses pengolahan bijih emas dapat menggerakkan lebih dari satu buah gelundung hingga 10 buah sesuai dengan kemampuan generator atau dinamo penggeraknya. Waktu yang diperlukan sekitar 8 jam / proses,.